Ada cerita menarik tentang
sosok Alm Mas Tarmaji Budiharsono saat beliau ditunjuk menjadi siswa tingkat 3
satu-satunya oleh Mas Imam Kusupangat berikut ini ceritanya.
Latihan Tingkat III
Pada suatu siang, sekitar pukul 11.00 WIB, di Tahun
1978, Tarmadji dipanggil R.M Imam Koesoepangat di rumah Pak Badini. Orang yang
diminta memanggil dia adalah Soebagyo.TA. Tanpa berpikir dua kali, ia berangkat
ke Oro-Oro Ombo, tempat kediaman Pak Badini. Mas Imam mengutarakan niat, akan
membuka latihan tingkat III. Tarmadji sendiri yang dipilih untuk dilatih
sekaligus diangkat dan disyahkan menjadi Pendekar Tingkat III.
“Kula piyambak,Mas? (Saya sendiri,Mas?)” tanya
Tarmadji agak kaget.
“Njih.Dik. Dik Madji piyambak!, (Ya, Dik. Hanya Dik
Tarmadji sendiri!)” jawab Mas Imam.
Mendengar jawaban itu, Tarmadji dengan santun,
menolak. la tidak bersedia disyahkan menjadi Pendekar Tingkat III jika
sendirian. “Kula nyuwun rencang. Mas (Saya minta teman,Mas), “Tarmadji meminta.
“Nek Dik Madji nyuwun rencang, sinten? (Kalau Dik
Madji minta teman, siapa?)” tanya Mas Imam.
Tarmadji saat itu langsung menyebut nama-nama Pendekar
Tingat II seangkatan. Namun Mas Imam menolak dan bersikukuh tetap hanya akan
mengangkat Tarmadji sendiri. Terjadi tarik ulur. Satu sisi Mas Imam bemiat
hanya akan mengangkat dia, namun Tarmadji tetap minta teman.
“Sapa Dik, kancamu?” tanya Mas Imam. Tarmadji menyebut
nama Soediro.
Nama ini pun semula ditolak. Namun atas desakan dia,
akhimya Mas Imam menyetujui dengan syarat ia harus mau ikut menangung risiko.
Dalam pikiran Tarmadji, apa yang disebut risiko, waktu itu adalah risiko
pembiayaan yang terkait dengan pengadaan persyaratan pengesahan (ubarampe).
Karenanya, ia langsung menyanggupi.
Hari-hari berikutnya, Tarmadji dan Soediro, mulai
berlatih tingkat III. Pelaksanaan latihan berjalan lancar. Namun pada saat
mereka disyahkan, sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Sesuatu itu, adalah
hal yang di luar perhitungan akal sehat. Sesuatu yang erat kaitannya dengan
misteri ghaib. Tarmadji tidak pemah menduga bahwa misteri itu akan berbuntut
panjang. Dan, Wallahu a’lam bi ssawab, hanya Allah yang Maha Mengerti. Temyata
dalam perjalan hidup, Soediro lebih dulu dipanggil Yang Kuasa.
Peristiwa itu, sungguh, sangat menggetarkan jiwa
Tarmadji. Pedih rasanya. Lebih pedih lagi, saat ia melihat Mas Imam menangis di
samping jenazah saudara seperguruannya itu. Semoga anrwah beliau diterima di
sisi-Nya.
Pesan Moral Untuk
Kita
Saat Mas Madji diberikan amanah menjadi pendekar
tingkat 3 oleh mas Imam, beliau sempat menolaknya. Karena menerima amanah
semacam ini harus mempunyai tanggung jawab yang besar. Dalam menerima amanah
kita harus siap jasmani maupun rohani. Bahkan sempat terjadi tarik ulur antara
Mas Imam dan Mas Madji.
Hal ini sangat bertolak belakang yang dialami para pejabat
negara saat ini, mereka justru berebut kursi wakil rakyat atau kursi pimpinan. Mereka
bangga menerima amanah menjadi wakil rakyat. Bahkan mereka sudi menjatuhkan
lawan politiknya demi jabatan semata.
No comments:
Post a Comment